Selasa, 16 April 2013

tokoh sufi Al-hallaj




BAB II
PEMBAHASAN
1.      Biografi Al-Hallaj
Nama lengkap Al-Hallaj adalah Abu Al-Mughist Al-Husain bin Manshur bin Muhammad Al-Baidhawi, ia lahir di kampung Tur yang bercorak Arab dekat Baida bagian selatan Persia, pada tanggal 26 Maret 866M yang bertepatan pada tahun 244 H/858 M. Kakeknya Muhammad, semula adalah penyembah api, pemeluk agama Majusi sebelum kemudian masuk Islam. Dan ganeologis Al-Hallaj ada yang mengatakan masih keturunan Abu Ayyub sahabat Rasulullah SAW. Adapun nama “al-Hallaj” yang digelarkan kepadanya dan bahkan lebih terkenal, ialah karena ayah al-Hallaj adalah seorang penenun kain wool (woolcardec), cucu dari Gebr. Bersama ayahnya, al-Hallaj berimigrasi ke sebuah pusat tekstil di Ahwaz dan Tustar.  Al-Hallaj merupakan syekh sufi abad ke-9 dan ke-10 yang paling terkenal.

Sejak kecilnya, Al-Hallaj telah bergaul dengan para sufi terkenal. Mulai usia 16 tahun, ia berguru kepada tokoh sufi abad ke-3, yakni Sahl bin Abdullah Al-Tusturi. Selama dua tahun ia belajar kepada Al-Tusturi dengan latihan-latihan yang berat. Kemudian pergi ke Basrah (Irak), lalu ke Baghdad. Ia pernah hidup sebagai pertapa bersama guru sufinya al-Tutsuri, amr Al-Makki, dan Junaid Al-Baghdadi, pada waktu 873-879.
Setelah itu, Al-Hallaj pergi mengembara dari satu negeri ke negeri lain, menambah pengetahuan dan pengalaman dalam ilmu tasawuf, sehingga tidak ada seorang syeikh ternama pun yang tidak pernah dimintainya nasihat dan tuntunannya. Dan dalam pengembaraannya itu ia sempat tiga kali menunaikan ibadah haji.
Dari hasil pengembaraannya itu, Al-Hallaj kemudian menemukan pandangan hidupnya sendiri yang berbeda dari para guru sufi yang dimintai fatwanya. Sehingga pada usia 53 tahun, ia ramai menjadi bahan pembicaraan para ulama, terutama karena pandangan sufistiknya yang dinilai membahayakan. Bahkan ulama fikih terkenal, Ibnu Daud al-Isfahani mengeluarkan fatwa bahwa ajaran mistik Al-Hallaj adalah ajaran sesat. Maka dipenjarakanlah Al-Hallaj selama setahun dan kemudian melarikan diri dari penjara atas pertolongan seorang penjaga yang menaruh simpati kepadanya.[1]
Dari penjara Baghdad, al-Hallaj melarikan diri ke Sus wilayah Ahwas. Disini ia menyembunyikan diri selama 4 tahun. Namun pada tahun 301 H/903 M, ia pun tertangkap dan dimasukkan ke penjara lagi slama 8 tahun. Dan pada tahun 309 H/921M, diadakanlah persidangan ulama di bawah kerajaan bani Abbas pada masa kekhalifahan Al-Muqtadir Billah. Maka pada tanggal 18 Dzulhijah 309 H, dijatuhkanlah sebuah hukuman berat bagi Al-Hallaj, yakni berupa hukum bunuh yakni dengan prosesi sebagai berikut :   
a.       Dipukul dan dicambuk menggunakan cemeti.
b.      Disalib
c.       Dipotong kedua tangan dan kedua kakinya.
d.      Dipenggal lehernya.
e.       Semua anggota tubuhnya dibakar dan abunya dihanyutkan ke sungai Dajlah.
Dalam riwayat lain dikatakan, bahwsannya dalam tiang gantungan, Al-Hallaj dicambuk 1000 kali tanpa mengadu kesakitan. Lalu, dipenggal lehernya. Namun sebelum dipancung, ia diberi kesempatan melakukan shalat dua rakaat, baru kemudian kedua kaki dan tangannya dipotong. Badannya digulung dalam tikar bamboo, direndamkan kedalam nafta, kemudian dibakar. Abu mayatnya itu dihanyutkan ke sungai, sedangkan kepalanya dibawa ke Khurasan selanjutnya dipersaksikan kepada khalayak ramai.[2]

2.      Pemikiran Tasawuf Al-Hallaj
Al-Hallaj adalah seorang tokoh sufistik yang kontroversial. Ia memiliki pemikiran sufistik baru yang praktis tidak sejalan dengan pemikiran sufistik pada umumnya. Satu di antara kebaruannya itu adalah konsep hubungan manusia dengan Tuhan yang dikenal dengan konsep Hulul. Juga pemikirannya tentang Haqiqah Muhammadiyah dan tentang Kesatuan segala agama.[3]
Ø  Ajaran Hulul
Paham ajaran tasawuf Al-Hallaj yang dipaparkan dalam bentuk syair dan natsar. Ajaran Hulul menurut keterangan Abu Nasr Al-Tusi dalam kitabnya al-Luma’ adalah ajaran yang menyatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.[4]
Menurut Al-Hallaj, Allah mempunyai dua sifat dasar, yakni sifat dasar, yakni sifat ketuhanan (Lahut) dan sifat kemanusiaan (Nasut). Demikian halnya dengan manusia, disamping memiliki sifat Nasut, manusia juga memiliki sifat Lahut.
Paham Al-Hallaj ini dapat pula dilihat dari tafsirannya mengenai kejadian Adam dalam ayat alQur’an yang berbunyi :

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS : al-Baqarah: 34).[5]
Berikut ini bait-bait syair dari Al-Hallaj yang menjelaskan tentang konsep hulul :
Kau antara kalbu dan denyutku, berlaku
Bagaikan air mata menetes dari kelopakku
Bisik-Mu pun tinggal dalam relung kalbuku
Bagaikan ruh yanghulul dalam tubuh jadi satu
Dari ungkapan-ungkapan yang tertuang di atas. Yang dimaksud dengan Hulul ialah kesatuan sifat ketuhanan dengan sifat kemanusiaan serta pada Hulul terkandung kefana’an total kehendak manusia dalam kehendak ilahi, sehingga setiap tindakan manusia berasal dari Allah.
Maka dengan cara inilah, menurut al-hallaj seorang sufi bias bersatu dengan Tuhan. Jadi ketika Al-Hallaj berkata : ana al-haq (Aku adalah tuhan) bukanlah ruh Al-Hallaj yang mengucapkan itu, tetapi ruh Tuhan yang mengambil tempat dalam dirinya. Dengan kata lain, bahwa Al-Hallaj sebenarnya tidak mengaku dirinya Tuhan. Hal ini pernah pula ditegaskan bhwa :
Aku adalah yang Maha Benar
Dan bukanlah yang Maha benar itu aku
Aku hanya satu dari yang Maha Benar
Maka bedakanlah aku dari yang Maha Benar[6]
Ø  Haqiqat Muhammadiyah
Menurut Al Hallaj Nur Muhammad merupakan asal atau sumber dari segala sesuatu , segala kejadian, amal perbuatan dan ilmu pengetahuan, dengan perantaraan Nur Muhammad itulah alam ini dijadikan. Nur Muhammad bisa diartikan juga sebagai pusat kesatuan alam dan pusat kesatuan nubuwwat segala Nabi, dan nabi-nabi itu, nubuwwat-nya ataupun dirinya hanyalah sebagian dari Nur Muhammad itu. Segala macam ilmu, hikmat dan nubuwwat adalah pancaran dari Nur Muhammad.
Menurut Al Hallaj, kejadian Nabi Muhammad terbentuk dari dua rupa. Pertama, rupanya yang qadim dan azali, yaitu dia telah terjadi sebelum terjadinya segala yang ada ini. Kedua, ialah rupanya sebagai manusia, sebagai seorang Rasul dan Nabi yang diutus Tuhan. Rupanya sebagai manusia akan mengalami maut, tetapi rupanya yang qadim akan tetap ada meliputi alam.
Dalam teori kejadian alam dari Nur Muhammad ini nampak adanya pengaruh ajaran filsafat. Kalau dalam filsafat Islam, teori terjadinya alam semesta diperkenalkan oleh Al Farabi dengan mentransfer teori emanasi Neo Platonisme Plotinus, maka dalam tasawuf teori ini mula-mula diperkenalkan oleh Al Hallaj dengan konsep barunya yang disebut Nur Muhammad atau Haqiqah Muhammadiyah sebagai sumber dari segala yang maujud.
Ø  Kesatuan Segala Agama
Semua agama pada hakikatnya adalah satu, karena semuanya mempunyai tujuan yang sama yaitu mengakui dan menyembah Allah, Tuhan semesta alam, Tuhan semua agama. Menurut al-hallaj agama-agama itu diberikan kepada manusia bukan atas pilihannya sendiri, tetapi dipilihkan untuknya.
Perbedaan yang ada dalam agama-agama itu hanyalah sekedar bentuk dan sifatnya, sedangkan hakikat dan tujuannya adalah sama, yaitu sama-sama menyembah Allah. Hal ini berarti tidak ada perbedaan antaramonothoisme (paham satu Tuhan) dengan politheisme (paham banyak Tuhan), atau antara iman dan kufur. Dalam hubunganini al-Hallaj menjelaskan, sebagaimana dikutip oleh ‘Abd al-hakim Hassan : “Antara kufur dan iman hanya berbeda dari segi namanya saja, sedangkan dari segi hakikatnya tidak ada perbedaan antara keduanya”.[7]

3.      Corak pemikiran Tasawuf al-Hallaj
Corak pemikiran tasawuf Husain Ibn Mansur Al-Hallaj (w.922 M) adalah corak falsafi, yaitu pemikiran dan ajaran sufistik yang banyak terpengaruh dengan pemikiran-pemikiran yunani, persia, india serta teologi kristen. Yang dimaksud pengaruh di sini adalah hanya dalam aspek metodologinya saja, tidak sampai dalam tataran ajaran-ajaranya, walaupun ada sebagian yang diduga memiliki pengaruh dalam ajaran. Corak falsafi lebih banyak mengunakan simbol-simbol khusus atau alegoris yang sulit dipahami orang umum.
Al-Hallaj dituding penganut Wahdatul wujud, padahal tudingan tersebut semata karena tidak memahami wahana puncak-puncak ruhani Al-Hallaj sebagaimana dialami oleh para Sufi. Banyak sekali wacana tasawuf yang mirip dengan Al-Hallaj. Dan Al-Hallaj tidak pernah mengaku bahwa dirinya adalah Allah sebagaimana pengakuan Fir’aun dirinya adalah Tuhan. Dalam sejumlah wacananya, Al-Hallaj senantiasa menyatakan dirinya adalah seorang hamba yang hina dan fakir. Apa yang ditampakkan oleh Al-Hallaj adalah situasi dimana wahana ruhaninya menjadi dominan, sehingga kesadarannya hilang, sebagaimana mereka yang sedang jatuh cinta di puncaknya, atau mereka yang sedang terkejut dalam waktu yang lama. Toh Al-Hallaj tetap berpijak pada pandangan Al-Fana’, Fana’ul Fana’ dan Al-Baqa’, sebagaimana dalam wacana-wacana Sufi lainnya.[8]

4.      Karya-Karya Al-Hallaj
Tentang karya-karya al-Hallaj, menurut Ibnu Nadim tidak kurang dari 47 buah banyaknya. Sebagiannya antara lain :
v  Al Ahruful muhaddasah, wal azaliyah, wal asmaul kulliyah.
v  Kitab Al Ushul wal Furu’.
v  Kitab Sirrul ‘Alam wal mab’uts.
v  Kitab Al ‘Adlu wat Tauhid.
v  Kitab ‘Ilmul Baqa dan Fana.
v  Kitab Madhun Nabi wal Masaul A’laa.
v  Kitab “Hua, Hua”.
v  Kitab At Thawwasin.
Kedelapan kitab ini adalah yang terpenting di antara 47 kitab itu. Menurut At-Taftazani, kitab At-Thawasin merupakan kitab al-Hallaj yang paling lengkap dalam menggambarkan paham tasawufnya. Susunan bahasanya sangat sulit dipahami, sehingga mungkin banyak pembaca tidak mengerti apa yang dimaksudkan penulisnya. Disamping itu, kitab tersebut berisi rumus-rumus dan istilah-istilah yang tidak gampang dimengerti.[9]




KESIMPULAN

Al-Hallaj adalah tokoh ulama sufi tabi’in yang mempunyai nama lengkap Abu Al-Mughist Al-Husain bin Manshur bin Muhammad Al-Baidhawi, beliau dilahirkan di sebuah desa yang bernama “Thur” dekat desa Baidha di Persia. Ketika ia masih remaja, kira-kira umur 16 tahun, ia sudah mulai tertarik dengan kehidupan orang sufi. Sehingga ia berguru pada seorang ulama sufi yang terkenal dimasa itu yang bernama Sahal bin Abdillah Al-Tustary.
Dalam sejarah tasawuf, dialah sufi yang paling terkenal kegigihan mempertahankan pendapatnya, Ia memiliki pemikiran sufistik baru yang praktis tidak sejalan dengan pemikiran sufistik pada umumnya, ajaran tersebut diantaranya sebagai berikut :
1.    Ajaran Hulul (Hubungan Manusia Dengan Tuhan)
2.    Haqiqah Muhammadiyah
3.    Kesatuan Segala Agama
Terkait dengan falsafah “Al-Hulul” yang dianutnya, sehingga melahirkan pernyataan yang mengatakan “Ana Al-Haqq (saya adalah Tuhan)” bukan lah Al-Hallaj. Melainkan Tuhan sendiri melalui mulut al-hallaj. Pernyataan itulah yang mengandung protes para fuqaha, bahkan ahli tasawuf pun yang berbeda dengan pahamnya ikut menuduh Al-Hallaj. Sehingga para ulama’ mengatakan bahwa ajarannya sesat, sehingga Al-hallaj dihukum mati dan dibakar, kemudian abunya di buang ke Sungai dajlah.
                        Corak pemikiran tasawuf Husain Ibn Mansur Al-Hallaj (w.922 M) adalah corak falsafi, yaitu, pemikiran dan ajaran sufistik yang banyak terpengaruh dengan pemikiran-pemikiran yunani, persia, india serta teologi kristen.
Karya-karya Al-Hallaj tidak kurang 47 buah, dan yang terpenting ada 48 di antaranya ialah : (1). Al Ahruful muhaddasah, wal azaliyah, wal asmaul kulliyah, (2).Kitab Al Ushul wal Furu’, (3). Kitab Sirrul ‘Alam wal mab’uts. (4). Kitab Al ‘Adlu wat Tauhid, (5). Kitab ‘Ilmul Baqa dan Fana, (6). Kitab Madhun Nabi wal Masaul A’laa, (7). Kitab “Hua, Hua”, (8). Kitab At Thawwasin.





DAFTAR PUSTAKA

Al-Barsany.Iskandar.2001.Tarekat Para Sufi.Jakarta:Raja Grafindo Persada
Hamka.1993.Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya.Jakarta:Pustaka Panjimas
Isa.Ahmadi.2000.Tokoh-Tokoh Para Sufi.Jakarta:Raja Grafindo Persada



[1]Noer Iskandar Al-Barsani, Tasawuf Tarekat Para Sufi,(Jakarta:Raja Grafindo Persada:2001) hal. 171-172
[2] Noer Iskandar Al-Barsani, Tasawuf Tarekat Para Sufi,(Jakarta:Raja Grafindo Persada:2001) hal. 172-173
[3] Ibid. hal. 171
[4] Ibid. hal. 174
[5] Noer Iskandar Al-Barsani, Tasawuf Tarekat Para Sufi,(Jakarta:Raja Grafindo Persada:2001) hal. 175
[6]  Ahmadi isa, Tokoh-Tokoh Sufi ,(Jakarta:Raja Grafindo Persada:2000) hal. 165-166
[7] Ahmadi isa, Tokoh-Tokoh Sufi, ,(Jakarta:Raja Grafindo Persada:2000) hal. 167-170

[8] 2007.http://saviking.wordpress.com/kajian-sufi/(online).(Diakses tanggal 22 oktober 2012)
[9] Ahmadi isa, Tokoh-Tokoh Sufi, ,(Jakarta:Raja Grafindo Persada:2000) hal. 161-162


0 komentar:

Posting Komentar