BAB II
PEMBAHASAN
1.
Biografi Al-Hallaj
Nama lengkap Al-Hallaj adalah Abu
Al-Mughist Al-Husain bin Manshur bin Muhammad Al-Baidhawi, ia lahir di kampung Tur yang bercorak Arab dekat Baida
bagian selatan Persia, pada tanggal 26 Maret 866M yang bertepatan pada tahun
244 H/858 M. Kakeknya Muhammad, semula adalah penyembah api, pemeluk agama
Majusi sebelum kemudian masuk Islam. Dan ganeologis Al-Hallaj ada yang
mengatakan masih keturunan Abu Ayyub sahabat Rasulullah SAW. Adapun nama
“al-Hallaj” yang digelarkan kepadanya dan bahkan lebih terkenal, ialah karena
ayah al-Hallaj adalah seorang penenun kain wool (woolcardec), cucu dari
Gebr. Bersama ayahnya, al-Hallaj berimigrasi ke sebuah pusat tekstil di Ahwaz
dan Tustar. Al-Hallaj merupakan syekh
sufi abad ke-9 dan ke-10 yang paling terkenal.
Sejak kecilnya, Al-Hallaj telah bergaul dengan para
sufi terkenal. Mulai usia 16 tahun, ia berguru kepada tokoh sufi abad ke-3,
yakni Sahl bin Abdullah Al-Tusturi. Selama dua tahun ia belajar kepada Al-Tusturi
dengan latihan-latihan yang berat. Kemudian pergi ke Basrah (Irak), lalu ke
Baghdad. Ia pernah hidup sebagai pertapa bersama guru sufinya al-Tutsuri, amr
Al-Makki, dan Junaid Al-Baghdadi, pada waktu 873-879.
Setelah itu, Al-Hallaj pergi mengembara dari satu
negeri ke negeri lain, menambah pengetahuan dan pengalaman dalam ilmu tasawuf,
sehingga tidak ada seorang syeikh ternama pun yang tidak pernah dimintainya
nasihat dan tuntunannya. Dan dalam pengembaraannya itu ia sempat tiga kali
menunaikan ibadah haji.
Dari hasil pengembaraannya itu, Al-Hallaj kemudian
menemukan pandangan hidupnya sendiri yang berbeda dari para guru sufi yang
dimintai fatwanya. Sehingga pada usia 53 tahun, ia ramai menjadi bahan
pembicaraan para ulama, terutama karena pandangan sufistiknya yang dinilai membahayakan.
Bahkan ulama fikih terkenal, Ibnu Daud al-Isfahani mengeluarkan fatwa bahwa
ajaran mistik Al-Hallaj adalah ajaran sesat. Maka dipenjarakanlah Al-Hallaj
selama setahun dan kemudian melarikan diri dari penjara atas pertolongan
seorang penjaga yang menaruh simpati kepadanya.[1]
Dari penjara Baghdad, al-Hallaj melarikan diri ke Sus
wilayah Ahwas. Disini ia menyembunyikan diri selama 4 tahun. Namun pada tahun
301 H/903 M, ia pun tertangkap dan dimasukkan ke penjara lagi slama 8 tahun.
Dan pada tahun 309 H/921M, diadakanlah persidangan ulama di bawah kerajaan bani
Abbas pada masa kekhalifahan Al-Muqtadir Billah. Maka pada tanggal 18 Dzulhijah
309 H, dijatuhkanlah sebuah hukuman berat bagi Al-Hallaj, yakni berupa hukum
bunuh yakni dengan prosesi sebagai berikut :
a.
Dipukul dan dicambuk menggunakan cemeti.
b.
Disalib
c.
Dipotong kedua tangan dan kedua kakinya.
d.
Dipenggal lehernya.
e.
Semua anggota tubuhnya dibakar dan abunya dihanyutkan
ke sungai Dajlah.
Dalam riwayat lain dikatakan, bahwsannya dalam tiang
gantungan, Al-Hallaj dicambuk 1000 kali tanpa mengadu kesakitan. Lalu,
dipenggal lehernya. Namun sebelum dipancung, ia diberi kesempatan melakukan
shalat dua rakaat, baru kemudian kedua kaki dan tangannya dipotong. Badannya
digulung dalam tikar bamboo, direndamkan kedalam nafta, kemudian
dibakar. Abu mayatnya itu dihanyutkan ke sungai, sedangkan kepalanya dibawa ke
Khurasan selanjutnya dipersaksikan kepada khalayak ramai.[2]
2.
Pemikiran Tasawuf Al-Hallaj
Al-Hallaj adalah seorang tokoh sufistik yang
kontroversial. Ia memiliki pemikiran sufistik baru yang praktis tidak sejalan
dengan pemikiran sufistik pada umumnya. Satu di antara kebaruannya itu adalah
konsep hubungan manusia dengan Tuhan yang dikenal dengan konsep Hulul.
Juga pemikirannya tentang Haqiqah Muhammadiyah dan tentang Kesatuan
segala agama.[3]
Ø
Ajaran Hulul
Paham ajaran tasawuf Al-Hallaj yang dipaparkan dalam
bentuk syair dan natsar. Ajaran Hulul menurut keterangan Abu Nasr Al-Tusi
dalam kitabnya al-Luma’ adalah ajaran yang menyatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh
manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya setelah sifat kemanusiaan
yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan.[4]
Menurut Al-Hallaj, Allah mempunyai dua sifat dasar,
yakni sifat dasar, yakni sifat ketuhanan (Lahut) dan sifat kemanusiaan (Nasut).
Demikian halnya dengan manusia, disamping memiliki sifat Nasut, manusia
juga memiliki sifat Lahut.
Paham Al-Hallaj ini dapat pula dilihat dari
tafsirannya mengenai kejadian Adam dalam ayat alQur’an yang berbunyi :
وَإِذْ
قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَىٰ
وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada Para
Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam," Maka sujudlah mereka kecuali
Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia Termasuk golongan orang-orang yang
kafir. (QS : al-Baqarah: 34).[5]
Berikut ini
bait-bait syair dari Al-Hallaj yang menjelaskan tentang konsep hulul :
Kau antara kalbu
dan denyutku, berlaku
Bagaikan air
mata menetes dari kelopakku
Bisik-Mu pun
tinggal dalam relung kalbuku
Bagaikan ruh
yanghulul dalam tubuh jadi satu
Dari ungkapan-ungkapan yang
tertuang di atas. Yang dimaksud dengan Hulul ialah kesatuan sifat
ketuhanan dengan sifat kemanusiaan serta pada Hulul terkandung kefana’an
total kehendak manusia dalam kehendak ilahi, sehingga setiap tindakan manusia
berasal dari Allah.
Maka dengan cara inilah,
menurut al-hallaj seorang sufi bias bersatu dengan Tuhan. Jadi ketika Al-Hallaj
berkata : ana al-haq (Aku adalah tuhan) bukanlah ruh Al-Hallaj yang
mengucapkan itu, tetapi ruh Tuhan yang mengambil tempat dalam dirinya. Dengan
kata lain, bahwa Al-Hallaj sebenarnya tidak mengaku dirinya Tuhan. Hal ini
pernah pula ditegaskan bhwa :
Aku adalah yang Maha Benar
Dan bukanlah yang Maha benar itu aku
Aku hanya satu dari yang Maha Benar
Maka bedakanlah
aku dari yang Maha Benar[6]
Ø Haqiqat Muhammadiyah
Menurut Al Hallaj Nur
Muhammad merupakan asal atau sumber dari segala sesuatu , segala kejadian, amal
perbuatan dan ilmu pengetahuan, dengan perantaraan Nur Muhammad itulah alam ini
dijadikan. Nur Muhammad bisa diartikan juga sebagai pusat kesatuan alam dan
pusat kesatuan nubuwwat segala Nabi, dan nabi-nabi itu, nubuwwat-nya ataupun
dirinya hanyalah sebagian dari Nur Muhammad itu. Segala macam ilmu, hikmat dan
nubuwwat adalah pancaran dari Nur Muhammad.
Menurut Al Hallaj, kejadian
Nabi Muhammad terbentuk dari dua rupa. Pertama, rupanya yang qadim dan azali,
yaitu dia telah terjadi sebelum terjadinya segala yang ada ini. Kedua, ialah
rupanya sebagai manusia, sebagai seorang Rasul dan Nabi yang diutus Tuhan.
Rupanya sebagai manusia akan mengalami maut, tetapi rupanya yang qadim akan
tetap ada meliputi alam.
Dalam teori kejadian alam
dari Nur Muhammad ini nampak adanya pengaruh ajaran filsafat. Kalau dalam
filsafat Islam, teori terjadinya alam semesta diperkenalkan oleh Al Farabi
dengan mentransfer teori emanasi Neo Platonisme Plotinus, maka dalam tasawuf
teori ini mula-mula diperkenalkan oleh Al Hallaj dengan konsep barunya yang
disebut Nur Muhammad atau Haqiqah Muhammadiyah sebagai sumber dari segala yang
maujud.
Ø Kesatuan Segala Agama
Semua agama pada hakikatnya
adalah satu, karena semuanya mempunyai tujuan yang sama yaitu mengakui dan
menyembah Allah, Tuhan semesta alam, Tuhan semua agama. Menurut al-hallaj
agama-agama itu diberikan kepada manusia bukan atas pilihannya sendiri, tetapi
dipilihkan untuknya.
Perbedaan yang ada dalam
agama-agama itu hanyalah sekedar bentuk dan sifatnya, sedangkan hakikat dan
tujuannya adalah sama, yaitu sama-sama menyembah Allah. Hal ini berarti tidak
ada perbedaan antaramonothoisme (paham satu Tuhan) dengan politheisme (paham
banyak Tuhan), atau antara iman dan kufur. Dalam hubunganini al-Hallaj
menjelaskan, sebagaimana dikutip oleh ‘Abd al-hakim Hassan : “Antara kufur dan
iman hanya berbeda dari segi namanya saja, sedangkan dari segi hakikatnya tidak
ada perbedaan antara keduanya”.[7]
3. Corak pemikiran Tasawuf al-Hallaj
Corak pemikiran
tasawuf Husain
Ibn
Mansur Al-Hallaj
(w.922 M) adalah
corak falsafi, yaitu pemikiran dan ajaran sufistik yang banyak terpengaruh
dengan pemikiran-pemikiran yunani, persia, india serta teologi kristen. Yang
dimaksud pengaruh di sini adalah hanya dalam aspek metodologinya saja, tidak
sampai dalam tataran ajaran-ajaranya, walaupun ada sebagian yang diduga
memiliki pengaruh dalam ajaran. Corak falsafi lebih banyak mengunakan
simbol-simbol khusus atau alegoris yang sulit dipahami orang umum.
Al-Hallaj dituding
penganut Wahdatul wujud, padahal tudingan tersebut semata karena tidak memahami
wahana puncak-puncak ruhani Al-Hallaj sebagaimana dialami oleh para Sufi.
Banyak sekali wacana tasawuf yang mirip dengan Al-Hallaj. Dan Al-Hallaj tidak
pernah mengaku bahwa dirinya adalah Allah sebagaimana pengakuan Fir’aun dirinya
adalah Tuhan. Dalam sejumlah wacananya, Al-Hallaj senantiasa menyatakan dirinya
adalah seorang hamba yang hina dan fakir. Apa yang ditampakkan oleh Al-Hallaj
adalah situasi dimana wahana ruhaninya menjadi dominan, sehingga kesadarannya
hilang, sebagaimana mereka yang sedang jatuh cinta di puncaknya, atau mereka
yang sedang terkejut dalam waktu yang lama. Toh Al-Hallaj tetap berpijak pada
pandangan Al-Fana’, Fana’ul Fana’ dan Al-Baqa’, sebagaimana dalam wacana-wacana
Sufi lainnya.[8]
4.
Karya-Karya Al-Hallaj
Tentang karya-karya al-Hallaj, menurut Ibnu Nadim
tidak kurang dari 47 buah banyaknya. Sebagiannya antara lain :
v
Al Ahruful muhaddasah, wal azaliyah, wal asmaul
kulliyah.
v
Kitab Al Ushul wal Furu’.
v
Kitab Sirrul ‘Alam wal mab’uts.
v
Kitab Al ‘Adlu wat Tauhid.
v
Kitab ‘Ilmul Baqa dan Fana.
v
Kitab Madhun Nabi wal Masaul A’laa.
v
Kitab “Hua, Hua”.
v
Kitab At Thawwasin.
Kedelapan kitab ini adalah yang terpenting di antara
47 kitab itu. Menurut At-Taftazani, kitab At-Thawasin merupakan kitab al-Hallaj
yang paling lengkap dalam menggambarkan paham tasawufnya. Susunan bahasanya
sangat sulit dipahami, sehingga mungkin banyak pembaca tidak mengerti apa yang
dimaksudkan penulisnya. Disamping itu, kitab tersebut berisi rumus-rumus dan
istilah-istilah yang tidak gampang dimengerti.[9]
KESIMPULAN
Al-Hallaj adalah
tokoh ulama sufi tabi’in yang mempunyai nama lengkap Abu
Al-Mughist Al-Husain bin Manshur bin Muhammad Al-Baidhawi, beliau dilahirkan di sebuah desa
yang bernama “Thur” dekat desa Baidha di Persia. Ketika ia masih remaja,
kira-kira umur 16 tahun, ia sudah mulai tertarik dengan kehidupan orang sufi. Sehingga
ia berguru pada seorang ulama sufi yang terkenal dimasa itu yang bernama Sahal
bin Abdillah Al-Tustary.
Dalam sejarah
tasawuf, dialah sufi yang paling terkenal kegigihan mempertahankan pendapatnya,
Ia memiliki pemikiran sufistik baru yang praktis tidak sejalan dengan pemikiran
sufistik pada umumnya, ajaran tersebut diantaranya sebagai berikut :
1.
Ajaran Hulul (Hubungan Manusia Dengan Tuhan)
2.
Haqiqah Muhammadiyah
3.
Kesatuan Segala Agama
Terkait dengan falsafah “Al-Hulul” yang dianutnya,
sehingga melahirkan pernyataan yang mengatakan “Ana Al-Haqq (saya adalah
Tuhan)” bukan lah Al-Hallaj. Melainkan Tuhan sendiri melalui mulut al-hallaj. Pernyataan
itulah yang mengandung protes para fuqaha, bahkan ahli tasawuf pun yang berbeda
dengan pahamnya ikut menuduh Al-Hallaj. Sehingga para ulama’ mengatakan bahwa
ajarannya sesat, sehingga Al-hallaj dihukum mati dan dibakar, kemudian abunya
di buang ke Sungai dajlah.
Corak
pemikiran tasawuf Husain Ibn Mansur Al-Hallaj (w.922 M) adalah corak falsafi, yaitu,
pemikiran dan ajaran sufistik yang banyak terpengaruh dengan
pemikiran-pemikiran yunani, persia, india serta teologi kristen.
Karya-karya Al-Hallaj
tidak kurang 47 buah, dan yang terpenting ada 48 di antaranya ialah : (1). Al
Ahruful muhaddasah, wal azaliyah, wal asmaul kulliyah, (2).Kitab Al Ushul wal
Furu’, (3). Kitab Sirrul ‘Alam wal mab’uts. (4). Kitab Al ‘Adlu wat Tauhid,
(5). Kitab ‘Ilmul Baqa dan Fana, (6). Kitab Madhun Nabi wal Masaul A’laa, (7).
Kitab “Hua, Hua”, (8). Kitab At Thawwasin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Barsany.Iskandar.2001.Tarekat Para Sufi.Jakarta:Raja Grafindo
Persada
Hamka.1993.Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya.Jakarta:Pustaka
Panjimas
Isa.Ahmadi.2000.Tokoh-Tokoh Para Sufi.Jakarta:Raja Grafindo
Persada
[1]Noer
Iskandar Al-Barsani, Tasawuf Tarekat Para Sufi,(Jakarta:Raja Grafindo
Persada:2001) hal. 171-172
[2] Noer Iskandar Al-Barsani,
Tasawuf Tarekat Para Sufi,(Jakarta:Raja Grafindo Persada:2001) hal. 172-173
[4]
Ibid. hal. 174
[5] Noer Iskandar Al-Barsani,
Tasawuf Tarekat Para Sufi,(Jakarta:Raja Grafindo Persada:2001) hal. 175
0 komentar:
Posting Komentar